PENDAHULUAN
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang dapat dikonsumsi sebagai
makanan tanpa menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.
Organ-organ seperti hati, ginjal, jantung, paru–paru, otak, limpa, pankreas dan
jaringan otot termasuk dalam definisi ini. Walaupun demikian, secara umum, jika
disebutkan daging, maka konsumen biasanya menghubungkannya dengan jaringan otot
hewan. Didalam artikel ini, pembahasan diarahkan pada daging yang berasal dari
jaringan otot.
Walaupun jaringan dari hampir semua spesies hewan dapat
digunakan sebagai daging, kebanyakan daging yang dikonsumsi oleh manusia
berasal dari hewan domestik dan akuatik. Dari fisiknya, daging bisa kita
kelompokkan menjadi daging merah (contohnya daging sapi, babi, kambing, domba,
kuda, kerbau), daging unggas (ayam, itik, bebek, angsa dan kalkun), seafood
(daging dari hewan perairan terutama ikan, juga daging kerang, udang, lobster,
kepiting dan lainnya) dan daging hewan buruan (hewan liar). Jenis daging yang
umum dikonsumsi adalah daging sapi, kambing atau domba, babi, ayam, bebek atau
itik, ikan; sementara daging dari beberapa jenis hewan lainnya dikonsumsi oleh
kalangan terbatas.
Kandungan
lemak pada daging menentukan kualitas daging karena lemak menentukan cita
rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat
antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah
karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen (Soeparno 1998).
Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat
dan asam oleat.
PEMBAHASAN
A. Komponen Lemak di dalam daging
Jenis Ternak
|
Kandungan Lemak (%)
|
Babi
|
60-91
|
Kambing
|
14-56
|
Sapi
|
6-35
|
http://www.ayohidupsehat.html
Dengan bobot
sama-sama 3 ons dan dimasak dengan cara dipanggang, diperoleh data sebagai
berikut:
1) Daging kambing:
kalori (122); lemak (2,58 gram), lemak jenuh (0,79 gram), protein (23 mg), dan
zat besi (3,3 gram).
2) Daging sapi: kalori
(245); lemak (16 gram), lemak jenuh (6,8 gram), protein (23 gram) dan zat besi
(2,9 gram)
3) Daging babi: kalori
(310); lemak (24 gram), lemak jenuh (8,7 gram), protein (21 gram) dan zat besi
(2,7 gram).
4) Daging domba: kalori
(235); lemak (16 gram); lemak jenuh (7,3 gram), protein (22 gram) dan zat besi
(1,4 gram)
5) Daging ayam: kalori
(120); lemak (3,5 gram); lemak jenuh (1,1 gram), protein (21 gram) dan zat besi
(1,5 gram).
6) Komposisi lemak pada daging bebek
mengandung 35,7% lemak jenuh, 50,5% lemak tak jenuh tunggal (tinggi dalam asam
linoleat) dan 13,7% lemak tak jenuh ganda (yang mengandung lemak esensial Omega
6 dan Omega 3).
Lemak, asam lemak, kolesterol dan nilai kalorinya
Lemak, asam lemak, kolesterol dan nilai kalorinya
Kadar lemak produk daging bervariasi sangat luas tergantung
pada berbagai faktor seperti spesies, pakan, jenis potongan, seberapa besar
penghilangan lemak yang dilakukan selama proses pengolahan (pengolahan karkas,
pemotongan, preparasi potongan daging yang akan dijual, dan penghilangan lemak
oleh konsumen), kondisi pemasakan dan lain sebagainya. Sekarang ini, kadar
lemak didalam daging merah yang rendah lemak (lean meat) ada yang kurang dari
5% sehingga tidak bisa dikatakan sebagai makanan berenergi tinggi.
Secara umum, kandungan lemak didalam daging merah (yang
sudah dibuang lemak bawah kulit/lemak subkutannya) relatif lebih tinggi
daripada unggas ataupun seafood.
Pada daging merah yang lemak visualnya sudah dibuang, kandungan lemaknya masih tetap bervariasi tergantung pada kandungan lemak marbling didalam daging. Daging dengan lemak marbling yang lebih besar otomatis akan lebih tinggi kandungan lemaknya. Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler, yakni lemak yang secara visual terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara serat-serat daging. Jika lemak sub-kutan dan lemak yang terletak antar otot daging bisa dibuang, maka lemak marbling tidak. Sehingga, untuk memilih daging yang berlemak rendah, maka pilihlah daging yang lemak marblingnya sedikit. Penampakan lemak marbling pada daging sapi dapat dilihat pada Unggas bisa dibedakan dalam dua kelompok: daging putih (ayam, kalkun) dan daging merah (bebek, itik, merpati). Daging ayam dari bagian tubuh yang berbeda juga memiliki warna berbeda, yaitu daging putih (daging dada) dan daging merah (daging paha). Daging unggas atau bagian unggas yang berwarna merah mengandung kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan yang berwarna putih.
Pada daging merah yang lemak visualnya sudah dibuang, kandungan lemaknya masih tetap bervariasi tergantung pada kandungan lemak marbling didalam daging. Daging dengan lemak marbling yang lebih besar otomatis akan lebih tinggi kandungan lemaknya. Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler, yakni lemak yang secara visual terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara serat-serat daging. Jika lemak sub-kutan dan lemak yang terletak antar otot daging bisa dibuang, maka lemak marbling tidak. Sehingga, untuk memilih daging yang berlemak rendah, maka pilihlah daging yang lemak marblingnya sedikit. Penampakan lemak marbling pada daging sapi dapat dilihat pada Unggas bisa dibedakan dalam dua kelompok: daging putih (ayam, kalkun) dan daging merah (bebek, itik, merpati). Daging ayam dari bagian tubuh yang berbeda juga memiliki warna berbeda, yaitu daging putih (daging dada) dan daging merah (daging paha). Daging unggas atau bagian unggas yang berwarna merah mengandung kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan yang berwarna putih.
Seringkali daging
unggas dikatakan mengandung lemak lebih sedikit dari daging sapi tetapi
pernyataan ini tidak selalu benar. Daging unggas tanpa kulit mengandung kadar
lemak yang lebih rendah daripada daging merah. Karena kulit unggas mengandung
lemak dalam jumlah tinggi, maka kandungan lemak daging unggas yang diolah
(dikonsumsi) bersama-sama kulitnya akan meningkat dan bisa menjadi lebih tinggi
dari kandungan lemak daging merah yang kadar lemak marblingnya sedikit.
B. Pengolahan Daging
Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan
pangan perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang
aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan pangan
tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi
penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur
(kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan).
Di satu sisi pengolahan dapat menghasilkan produk pangan
dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima
dengan baik secara sensori. Di sisi lain, pengolahan juga dapat menimbulkan hal
yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik sehingga produk menjadi
kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke
arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur,
bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai. Dengan demikian diperlukan suatu
usaha optimasi dalam suatu pengolahan agar apa-apa yang diinginkan tercapai dan
apa yang tidak diinginkan ditekan sampai minimal. Untuk itulah pentingnya
pengetahuan akan pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan.
Walaupun demikian, hal yang lebih penting adalah bagaimana seharusnya melakukan
suatu pengolahan pangan agar bahan pangan yang kita hasilkan bernilai gizi
tinggi dan aman.
Jika kita berbicara pengolahan pangan maka sebenarnya kita
berbicara suatu proses yang terlibat dari mulai penanganan bahan pangan setelah
bahan pangan tersebut dipanen (nabati) atau disembelih (hewani) atau ditangkap
(ikan) sampai kepada usaha-usaha pengawetan dan pengolahan bahan pangan menjadi
produk jadi serta penyimpanannya. Disamping itu, dimaksudkan pula pengolahan
yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu di dapur dalam menyiapkan masakan yang siap
untuk dihidangkan. Pemahaman yang benar dalam pengolahan makanan sangat
dibutuhkan oleh ibu-ibu agar makanan yang disiapkannya aman dikonsumsi dan
tidak banyak berkurang gizinya.
C. Efek Pengolahan Terhadap Lemak
Pemasakan yang biasa dilakukan pada rumah tangga sedikit
sekali berpengaruh terhadap kandungan lemak, tetapi pemanasan dalam waktu lama
seperti penggorengan untuk beberapa kali, maka asam lemak esensial akan rusak
dan terbentuk produk polimerisasi yang beracun. Lemak yang dipanaskan
berulangkali dapat menurunkan pertumbuhan pada tikus percobaan. Dengan proses
pemanasan, makanan akan menjadi lebih awet, tekstur, aroma dan rasa lebih baik
serta daya cerna meningkat.salah satu komponen gizi yang dipengaruhi oleh prose
pemanasan adalah lemak. Akibat pemanasan daging maka lemak dalam daging akan
mencair sehingga menambah palatabilitas daging tersebut.hal ini disebabkan oleh
pecahnya komponen-komponen lemak menjadi produksi volatil seperti aldehid,
keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan flavor.
Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi
perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng, maupun
minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal
(168-196 oC) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng
berlangsung dengan cepat (antara lain titik asap menurun). Titik asap minyak
goreng tergantung pada kadar gliserol bebas. Titik asap adalah saat
terbentuknya akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal
pada tenggorokan.
Lemak hewan (babi dan kambing) banyak mengandung asam lemak
tidak jenuh seperti oleat dan linoleat. Asam lemak ini dapat mengalami
oksidasi, sehingga timbul bau tengik pada daging. Proses penggorengan pada suhu
tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Hasil pemecahan dan oksidasi ikatan
rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan
sumber bau tengik. Dengan adanya anti oksidan dalam lemak seperti vitamin E
(tokoferol), maka kecapatan proses oksidasi lemak akan berkurang. Sebaliknya
dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt, dan
mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim
lipoksidase maka lemak akan dipercepat.
Kecepatan oksidasi berbanding lurus dengan tingkat ketidak
jenuhan asam lemak. Asam linoleat dengan 3 ikatan rangkap akan lebih mudah
teroksidasi daripada asam lemak linoleat dengan 2 ikatan rangkapnya dan oleat
dengan 1 ikatan rangkapnya. Pada minyak kedelai kurang baik dijadikan minyak
goreng, karena banyak mengandung linoleat. Sedangkan minyak jagung baik
digunakan sebagai minyak goreng, karena linoleatnya rendah. Untuk mengatasi
masalah pada minyak kedelai, maka dilakukan proses hidrgenasi sebagian untuk
menurunkan kadar asam linoleatnya.
Reaksi-reaksi yang terjadi selama degradasi asam lemak
didasarkan atas penguraian asam lemak. Produk degradasi terbentuk menjadi dua :
a. Hasil dekomposisi tidak menguap,
yang tetap terdapat dalam minyak dan diserap oleh bahan pangan yang digoreng.
b. Hasil dekomposisi yang dapat
menguap, yang keluar bersama-sama uap pada waktu lemak dipanaskan.
Pembentukan produk yang tidak menguap sebagian besar
disebabkan oleh otooksidasi, polimeriasai thermal, dan oksidasi thermal dari
asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada minyak goreng. Reaksi-reaksi minyak
dibagi atas tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi (perambatan), dan terminasi
(penghentian). Oksidasi dari hidroperoksida yang lebih lanjut juga menghasilkan
produk-produk degradasi dengan tiga tipe utama yaitu pemecahan menjadi alkohol,
aldehid, asam, dan hidrokarbon, dimana hal ini juga berkontribusi dalam
perubahan warna minyak goreng yang lebih gelap dan perubahan flavor, dehidrasi
membentuk keton, atau bentuk radikal bebas yang berbentuk dimer, trimer,
epksid, alkohol, dan hidrokarbon.
Seluruh komponen tersebut berkontribusi
terhadap kenaikan vuiskositas dan pembentukan fraksi NUAF (Nonurea Aduct
Forming). Fraksi NUAF yang merupakan derifat dari asam lemak yang tidak dapat
membentuk kompleks dengan urea, bersifat toksis bagi manusia. Pada dosis 2,5 %
dalam makanan, fraksi ini dapat mengakibatkan keracunan yang akut pada tikus
setelah tujuh hari masa percobaan.
Jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi
dengan adanya oksigen, disebut oksidasi thermal. Derajat ketidak jenuhan yang
diukur dengan bilangan iod, akan berkurang selama pemanasan, jumlah asam tak
berkonyugasi misalnya linoleat akan berkurang dan asam berkonyugasi (asam
linoleat berkonyugasi) bertambah sampai mencapai maksimum, dan kemudian
berkurang karena proses penguraian.
Proses pemanasan dapat menurunkan kadar
lemak bahan pangan. Demikian juga dengan asam lemaknya, baik esensial maupun
non esensial. Kandungan lemak daging sapi yang tidak dipanaskan (dimasak)
rata-rata mencapai 17,2 %, sedangkan jika dimasak dengan suhu 60 oC,
kadar lemaknya akan turun menjadi 11,2-13,2%.
Adanya lemak dalam jumlah berlebihan
dalam bahan pangan kadang-kadang kurang dikehendaki. Pada pengolahan pangan
dengan teknik ekstrusi, diinginkan kadar lemak yang rendah. Tepung yang kadar
lemaknya telah diekstrak sebelum proses ekstrusi akan menghasilkan produk yang
mempunyai derajat pengembangan yang lebih tinggi. Kompleks lemak dengan pati
pada proses ekstrusi akan menyebabkan penurunan derajat pengembangan.
Tambahan:
-
Lemak yang menyebabkan adanya cita
rasa yang baik pada daging
Flavor daging dihasilkan dari
kombinasi berbagai komponen yang menstimulasi reseptor penciuman dan rasa yang
ada di saluran mulut dan hidung. Senyawa pembentuk flavor daging terutama
komponen-komponen hasil pemecahan protein (peptida dan asam amino), komponen
aroma yang larut air dan gula pereduksi. Perbedaan jenis dan komposisi lemak
menyebabkan adanya sedikit perbedaan flavor daging dari hewan yang berbeda pada
saat daging dimasak.
Perbedaan cara memasak akan
menghasilkan flavor yang berbeda. Sebagai contoh, pada daging yang dimasak
dengan teknik pemasakan kering, flavor hanya terbentuk di bagian permukaan
daging sementara teknik pemasakan basah memungkinkan reaksi pembentukan flavor
berlangsung sampai ke bagian dalam daging. Keberadaan komponen lain selama
proses pengasapan dan kuring daging juga akan menghasilkan produk daging dengan
flavor yang khas.
Lemak marbling juga
berpengaruh terhadap flavor. Daging dengan marbling rendah selain terlihat
kering juga memiliki flavor yang lebih lemah daripada daging dengan marbling
yang lebih banyak. Penelitian menunjukkan bahwa 8 – 9% lemak marbling didalam
steak akan menghasilkan flavor yang baik sementara peningkatan lemak diatas 9%
akan memberikan citarasa berminyak.
-
Bahan
yang ditambahkan untuk mempertahankan lemak yaitu minyak zaitun.
-
Kerusakan
lemak yang terjadi
Ketengikan
(rancidity) merupakan kerusakan/ perubahan bau dan rasa dalam lemak / bahan
pangan berlemak yang dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu:
1. absorbsi bau oleh lemak
2. aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak
3. aksi mikroba
4. oksidasi oleh atmosfir atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab di atas
1. absorbsi bau oleh lemak
2. aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak
3. aksi mikroba
4. oksidasi oleh atmosfir atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab di atas
DAFTAR PUSTAKA
Apriantono,
Anton. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai
Gizi dan Keamanan Pangan. Makalah seminar Kharisma Online. Dunia Maya.
Muchtadi, D., Nurheni Sri Palupi,
dan Made Astawan. 1992. Metode kimia biokimia dan biologi dalam evaluasi nilai gizi pangan
olahan. Hal.: 5-28, 82-92, dan 119-121.
Sugiran, 2007. Efek
Pengolahan Terhadap Zat Gizi Pangan
G. http://jurnalmahasiswa.blogspot.com/2007/09/efek-pengolahan-terhadap-zat-gizi.html.
Diakses 6 November 2012.
makasih infonya kak
ReplyDeletebpom bogor